Bank Century: Dari moneter ke politik
DUTA MASYARAKAT, 07 September 2009
Sejumlah nama deposan kakap Bank Century sempat dilansir media. Mereka adalah orang-orang yang dekat dengan kekuasaan. Namun belakangan mereka membantah sebagai nasabah Century.
———————————————
Gosip politik di Jakarta makin santer. Bila keputusan mengambil alih Bank Century oleh pemerintah sarat dengan kepentingan politis. Sejumlah politisi di DPR RI, menyebut kasus ini sebagai skandal kejahatan keuangan kerah putih (white collar crime).
Skandal pengucuran dana sekitar Rp 6,7 triliun rupiah kini terus merembet ke beberapa kalangan penting. Bahkan kabarnya, bola panas politik skandal Bank Century bisa menyengat kalangan berkuasa di republik ini. Apalagi DPR pun berencana membentuk panitia khusus (Pansus).
“Ini bukan saja soal moral hazard skandal ekonomi dengan pemufakatan jahat. Tapi, lebih dari itu. Bayangkan, dulu skandal Bank Bali itu tidak sampai 1 triliun, dampaknya ke mana-mana. Untuk bank kecil sekelas Century harus dikucurkan Rp 6,7 triliun rupiah, sangat mengerikan. Ini perampokan,” tandas seorang politisi di Senayan.
Dengan logika sederhana, kalau alasan otoritas moneter Bank Indonesia (BI) dan Departemen Keuangan (Depkeu) akan adanya resiko sistemik Bank Century sebagaimana direkomendasikan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KKSK), maka secara logika ekonomi objektif, hal tersebut sulit diterima akal sehat.
Bayangkan misalnya, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang menguasai uang hanya 18 triliun rupiah, lantas dipakai hampir 30 persen untuk Bank Century, maka bagaimana kalau ada tiga kasus sama. Artinya LPS hanya untuk tiga bank. Sementara ada ratusan bank di republik ini yang harus dijamin dana deposannya.
“Harus diungkap, siapa-siapa saja deposan kakap di Bank Century, yang kemudian berkaitan dengan Antaboga Delta Sekuritas. Diduga ada milik beberapa keluarga konglomerat dengan inisial BS, AP dan lain-lain di Century dan Antaboga yang menawarkan bunga lebih besar,” tambah sumber tersebut.
Sas-sus yang beredar, skandal Bank Century masih akan panjang dan belum memasuki inti persoalan. Terutama aspek kriminalitas dan dugaan dana bailout untuk menyelamatkan deposan kakap dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang kabarnya ada dana yang dialihkan sebagai kompensasi untuk dana politik.
Karena itu, tak aneh bila Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bila kasus Century ini diungkap, akan menjalar kemana-mana. JK juga mengatakan skandal Century ini hanya soal waktu kapan akan meletus.
Yang menarik adalah pendapat Presiden Direktur Center for Banking Crisis (CBC), Ahmad Deni Daruri. Ia menyarankan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) fokus mengaudit di balik penyebab bengkaknya bailout (dana talangan) Bank Century di mana ada kemungkinan sejumlah deposan kakap yang memegang reksa dana Antaboga beralih ke deposito. ”Tujuannya jelas, agar mendapat penjaminan dari LPS,” ujarnya.
Dia mengatakan, ada beberapa deposan yang sebelumnya sudah memegang reksadana di Antaboga, namun kembali lagi ke deposito. Sehingga dana suntikan menjadi bengkak, karena dana nasabah deposito itu lalu diganti LPS.
”Nasabah produk reksadana ini kan tidak dijamin oleh LPS. Namun, akibat adanya kedekatan dengan orang tertentu di bank itu, beberapa deposan besar sudah mengalihkan dananya dari reksadana ke deposito. Tujuannya mendapat penjaminan LPS. Akhirnya, reksadana mereka dikembalikan lagi menjadi deposan pada saat pengambilalihan Bank Century oleh LPS,” paparnya.
Deni mengatakan, membengkaknya dana suntikan menandakan LPS gagal menyehatkan Bank Century. Pasalnya, dalam proposal, proses penyelamatan bank itu hanya sebesar Rp 1,3 triliun. Karena itu, analisis penyelamatan Bank Century oleh tim LPS dan pemerintah salah. ”Buktinya dana penyelamatan membengkak menjadi Rp 6,7 triliun saat ini,” ucapnya.
Deni menandaskan aksi penyelamatan itu perlu dipertanyakan. ”Apakah karena terjadi risiko sistemik atau karena memang ada yang mau diselamatkan di Bank Century? Siapa itu, yaitu deposan-deposan besar yang dekat dengan kekuasaan,” tandasnya.
Nasabah besar
Sedikit demi sedikit fakta memang terkuak dalam kasus Bank Century. Yang terbaru, para deposan kelas kakap di Bank Century disebut mendapat bunga simpanan tak wajar. Karena lebih tinggi daripada suku bunga standar Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Anggota Komisi XI DPR Dradjad H. Wibowo mengatakan, DPR sudah mengantongi data-data nasabah kakap Bank Century, termasuk bunga tinggi di atas ketentuan LPS yang mereka terima. ‘’Ini tambah rumit,’’ ujarnya di gedung DPR pekan lalu.
Dalam skema penjaminan dana nasabah, LPS menetapkan tiga kriteria simpanan yang layak dibayar. Yakni, simpanan tercatat dalam pembukuan bank, bunga simpanan tidak melebihi tingkat bunga yang ditetapkan LPS, dan tidak melakukan tindakan yang merugikan bank, misalnya memiliki kredit macet di bank tersebut.
Untuk bunga simpanan yang wajar, LPS selalu merilis data bulanan. Misalnya, untuk periode 15 Agustus-14 September 2009, bunga yang wajar untuk simpanan berdenominasi rupiah adalah 7 persen per tahun dan simpanan valas 2,75 persen per tahun.
Menurut Dradjad, segala hal yang terkait dengan dana deposan kakap harus diselidiki secara detail. Hal itu, lanjut dia, perlu dilakukan untuk mengklarifikasi adanya informasi yang menyebut bahwa deposan-deposan kakap itu ikut memengaruhi pengambilan keputusan penyelamatan Bank Century. Bahkan, informasi lain menyebut, sebagian deposan itu merupakan donatur partai politik tertentu.
‘’Mereka sering disebut sebagai orang-orang besar. Data yang masuk ke kami, jumlahnya sekitar 10 orang. Mereka menguasai sekitar 50 persen dari total dana simpanan di Bank Century. Saya belum bisa merinci nama-nama mereka, tapi sebagian sudah sering ditulis di media,’’ katanya.
Saat ini nama deposan perorangan kelas kakap di Bank Century yang sering disebut-sebut adalah Boedi Sampoerna, Arifin Panigoro, serta Murdaya Poo/Hartati Murdaya. Dradjad mengungkapkan, dugaan adanya campur tangan para deposan kakap dalam penyelamatan Bank Century memang beralasan.
Pasalnya, jika Bank Century tidak jadi diselamatkan atau ditutup, dana ratusan miliar hingga triliunan rupiah milik para deposan kakap tersebut hilang. ‘’Sebab, LPS kan hanya menjamin sampai Rp 2 miliar. Apalagi, jika memang mereka menerima bunga di atas ketentuan LPS (maka sama sekali tidak akan mendapat ganti),’’ jelasnya.
Menurut Dradjad, hingga saat ini, berbagai informasi tersebut masih belum bisa diklarifikasi. Karena itu, lanjut dia, yang mesti dilakukan sekarang adalah menyelidiki apakah memang ada lobi dari deposan kakap kepada para pengambil keputusan untuk menyelamatkan Bank Century agar dana mereka ikut terselamatkan. ‘’Nah, siapa melobi siapa? Apa saja lobinya? Ini yang harus diselidiki melalui audit investigatif. Jika memang ada affair dengan BI, KPK bisa masuk,’’ ujarnya.
Membantah
Belakangan sejumlah nama yang disebut-sebut sebagai deposan besar oleh media, �melalui pihak lain—membantah bila dirinya sebagai deposan besar. Bahkan mengaku tidak memiliki uang yang disimpan di Bank Century.
Keluarga Murdaya misalnya. Membantah memiliki simpanan maupun hubungan bisnis dengan Bank Century. Mereka menilai pemberitaan yang menyebut Hartati Murdaya dan Murdaya Poo sebagai deposan Bank Century merugikan nama baik mereka.
‘’Pemberitaan tersebut tidak benar dan telah mendiskreditkan Bapak Murdaya Poo maupun Ibu Siti Hartati Murdaya. Karena, baik Bapak Murdaya Poo maupun Ibu Hartati Murdaya sama sekali bukan nasabah dan tidak memiliki hubungan bisnis apa pun dengan Bank Century, termasuk tidak mempunyai rekening atau deposito apa pun maupun surat berharga apa pun,” ujar Harko, bagian hukum PT Central Cipta Murdaya, perusahaan milik keluarga Murdaya.
Bantahan itu dilayangkan terkait pemberitaan yang menyebut Murdaya Poo dan Hartati Murdaya adalah salah satu deposan kakap bank yang diselamatkan pemerintah dengan biaya hingga Rp 6,7 triliun. Para deposan kakap diberitakan memperoleh bunga lebih besar daripada nasabah lain.
Sejumlah media juga menulis, bahwa deposan-deposan kakap itu ditengarai juga menjadi donatur salah satu partai pemenang pemilu. ‘’Pemberitaan yang mengaitkan Bapak Murdaya Poo dan Ibu Siti Hartati Murdaya sungguh sangat merugikan nama baik Bapak Murdaya Poo dan Ibu Siti Hartati Murdaya,” katanya.
Senada dengan keluarga Murdaya, Grup Medco juga membantah Arifin Panigoro memiliki hubungan transaksi dan penempatan dana deposito di Bank Century. “Tidak benar pemberitaan yang menyatakan bahwa Pak Arifin Panigoro sebagai pendiri Grup Medco memiliki dana di Bank Century,” kata Sekretaris Perusahaan Grup Medco Wijajanto, di Jakarta, Kamis lalu.
Menurut Wijajanto, masalah ini muncul cenderung bermuatan politik dan bukan mencerminkan masalah yang sebenarnya, yang berkaitan dengan perbankan. Dia menegaskan bahwa Grup Medco dalam menjalankan usahanya selalu mengedepankan prinsip tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance (GCG). “Jadi tidak mungkin kami berhubungan dengan lembaga keuangan yang tidak sesuai dengan prinsip GCG,” katanya.
Pada pemberitaan sebelumya Grup Medco disebut salah satu deposan besar di Bank Century. Wijajanto juga membantah Grup Medco memiliki investasi yang melibatkan Antaboga dan Bank Century. “Tidak ada investasi apapun di situ (Antaboga dan Bank Century),” tegasnya. Dia menjelaskan bahwa sebagaian besar dana Grup Medco ditaruh di Bank Saudara, yang merupakan kelompok usaha Medco dan bank BUMN, yakni Bank BRI.
Satu-satunya deposan kakap Bank Century yang belum membantah adalah Budi Sampoerna. Salah satu pemilik perusahaan rokok PT HM Sampoerna itu dikabarkan menyimpan dana sebesar Rp2 triliun di Bank Century.
Hal itu terungkap dalam sidang perkara penggelapan dana senilai Rp400 miliar milik nasabah Bank Century di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. “Sejak tahun 1998 Budi Sampoerna menginvestasikan dananya senilai Rp2 triliun dalam bentuk deposito di Bank Century,” kata Direktur Pemasaran Bank Century Wilayah V (Surabaya dan Bali), Lila Komaladewi Gondokusumo, yang menjadi terdakwa dalam kasus itu.
Dana sebesar itu semuanya disimpan Budi Sampoerna di beberapa kantor cabang Bank Century di Surabaya. Dia membantah jika dana milik saksi itu diinvestasikan dalam bentuk reksadana yang dikeluarkan PT Antaboga Delta Sekuritas.
Padahal sebelumnya, Budi Sampoerna dalam berita cara pemeriksaan (BAP) di kepolisian menyatakan, pihaknya menginvestasikan uangnya di Bank Century Cabang Kertajaya Surabaya pada tahun 2004. Kemudian pada tahun 2006 uangnya itu diinvestasikan dalam bentuk reksadana Antaboga.
“Saksi tertarik untuk membeli produk Antaboga setelah ditawari oleh Lila Gondukusumo dan Siti Aminah (salah satu kepala cabang Bank Century), bahwa bunganya mencapai 15 persen atau jauh lebih tinggi dari Bank Century,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ramel Jesaya saat membacakan BAP Budi Sampoerna.
———————————————
Gosip politik di Jakarta makin santer. Bila keputusan mengambil alih Bank Century oleh pemerintah sarat dengan kepentingan politis. Sejumlah politisi di DPR RI, menyebut kasus ini sebagai skandal kejahatan keuangan kerah putih (white collar crime).
Skandal pengucuran dana sekitar Rp 6,7 triliun rupiah kini terus merembet ke beberapa kalangan penting. Bahkan kabarnya, bola panas politik skandal Bank Century bisa menyengat kalangan berkuasa di republik ini. Apalagi DPR pun berencana membentuk panitia khusus (Pansus).
“Ini bukan saja soal moral hazard skandal ekonomi dengan pemufakatan jahat. Tapi, lebih dari itu. Bayangkan, dulu skandal Bank Bali itu tidak sampai 1 triliun, dampaknya ke mana-mana. Untuk bank kecil sekelas Century harus dikucurkan Rp 6,7 triliun rupiah, sangat mengerikan. Ini perampokan,” tandas seorang politisi di Senayan.
Dengan logika sederhana, kalau alasan otoritas moneter Bank Indonesia (BI) dan Departemen Keuangan (Depkeu) akan adanya resiko sistemik Bank Century sebagaimana direkomendasikan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KKSK), maka secara logika ekonomi objektif, hal tersebut sulit diterima akal sehat.
Bayangkan misalnya, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang menguasai uang hanya 18 triliun rupiah, lantas dipakai hampir 30 persen untuk Bank Century, maka bagaimana kalau ada tiga kasus sama. Artinya LPS hanya untuk tiga bank. Sementara ada ratusan bank di republik ini yang harus dijamin dana deposannya.
“Harus diungkap, siapa-siapa saja deposan kakap di Bank Century, yang kemudian berkaitan dengan Antaboga Delta Sekuritas. Diduga ada milik beberapa keluarga konglomerat dengan inisial BS, AP dan lain-lain di Century dan Antaboga yang menawarkan bunga lebih besar,” tambah sumber tersebut.
Sas-sus yang beredar, skandal Bank Century masih akan panjang dan belum memasuki inti persoalan. Terutama aspek kriminalitas dan dugaan dana bailout untuk menyelamatkan deposan kakap dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang kabarnya ada dana yang dialihkan sebagai kompensasi untuk dana politik.
Karena itu, tak aneh bila Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bila kasus Century ini diungkap, akan menjalar kemana-mana. JK juga mengatakan skandal Century ini hanya soal waktu kapan akan meletus.
Yang menarik adalah pendapat Presiden Direktur Center for Banking Crisis (CBC), Ahmad Deni Daruri. Ia menyarankan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) fokus mengaudit di balik penyebab bengkaknya bailout (dana talangan) Bank Century di mana ada kemungkinan sejumlah deposan kakap yang memegang reksa dana Antaboga beralih ke deposito. ”Tujuannya jelas, agar mendapat penjaminan dari LPS,” ujarnya.
Dia mengatakan, ada beberapa deposan yang sebelumnya sudah memegang reksadana di Antaboga, namun kembali lagi ke deposito. Sehingga dana suntikan menjadi bengkak, karena dana nasabah deposito itu lalu diganti LPS.
”Nasabah produk reksadana ini kan tidak dijamin oleh LPS. Namun, akibat adanya kedekatan dengan orang tertentu di bank itu, beberapa deposan besar sudah mengalihkan dananya dari reksadana ke deposito. Tujuannya mendapat penjaminan LPS. Akhirnya, reksadana mereka dikembalikan lagi menjadi deposan pada saat pengambilalihan Bank Century oleh LPS,” paparnya.
Deni mengatakan, membengkaknya dana suntikan menandakan LPS gagal menyehatkan Bank Century. Pasalnya, dalam proposal, proses penyelamatan bank itu hanya sebesar Rp 1,3 triliun. Karena itu, analisis penyelamatan Bank Century oleh tim LPS dan pemerintah salah. ”Buktinya dana penyelamatan membengkak menjadi Rp 6,7 triliun saat ini,” ucapnya.
Deni menandaskan aksi penyelamatan itu perlu dipertanyakan. ”Apakah karena terjadi risiko sistemik atau karena memang ada yang mau diselamatkan di Bank Century? Siapa itu, yaitu deposan-deposan besar yang dekat dengan kekuasaan,” tandasnya.
Nasabah besar
Sedikit demi sedikit fakta memang terkuak dalam kasus Bank Century. Yang terbaru, para deposan kelas kakap di Bank Century disebut mendapat bunga simpanan tak wajar. Karena lebih tinggi daripada suku bunga standar Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Anggota Komisi XI DPR Dradjad H. Wibowo mengatakan, DPR sudah mengantongi data-data nasabah kakap Bank Century, termasuk bunga tinggi di atas ketentuan LPS yang mereka terima. ‘’Ini tambah rumit,’’ ujarnya di gedung DPR pekan lalu.
Dalam skema penjaminan dana nasabah, LPS menetapkan tiga kriteria simpanan yang layak dibayar. Yakni, simpanan tercatat dalam pembukuan bank, bunga simpanan tidak melebihi tingkat bunga yang ditetapkan LPS, dan tidak melakukan tindakan yang merugikan bank, misalnya memiliki kredit macet di bank tersebut.
Untuk bunga simpanan yang wajar, LPS selalu merilis data bulanan. Misalnya, untuk periode 15 Agustus-14 September 2009, bunga yang wajar untuk simpanan berdenominasi rupiah adalah 7 persen per tahun dan simpanan valas 2,75 persen per tahun.
Menurut Dradjad, segala hal yang terkait dengan dana deposan kakap harus diselidiki secara detail. Hal itu, lanjut dia, perlu dilakukan untuk mengklarifikasi adanya informasi yang menyebut bahwa deposan-deposan kakap itu ikut memengaruhi pengambilan keputusan penyelamatan Bank Century. Bahkan, informasi lain menyebut, sebagian deposan itu merupakan donatur partai politik tertentu.
‘’Mereka sering disebut sebagai orang-orang besar. Data yang masuk ke kami, jumlahnya sekitar 10 orang. Mereka menguasai sekitar 50 persen dari total dana simpanan di Bank Century. Saya belum bisa merinci nama-nama mereka, tapi sebagian sudah sering ditulis di media,’’ katanya.
Saat ini nama deposan perorangan kelas kakap di Bank Century yang sering disebut-sebut adalah Boedi Sampoerna, Arifin Panigoro, serta Murdaya Poo/Hartati Murdaya. Dradjad mengungkapkan, dugaan adanya campur tangan para deposan kakap dalam penyelamatan Bank Century memang beralasan.
Pasalnya, jika Bank Century tidak jadi diselamatkan atau ditutup, dana ratusan miliar hingga triliunan rupiah milik para deposan kakap tersebut hilang. ‘’Sebab, LPS kan hanya menjamin sampai Rp 2 miliar. Apalagi, jika memang mereka menerima bunga di atas ketentuan LPS (maka sama sekali tidak akan mendapat ganti),’’ jelasnya.
Menurut Dradjad, hingga saat ini, berbagai informasi tersebut masih belum bisa diklarifikasi. Karena itu, lanjut dia, yang mesti dilakukan sekarang adalah menyelidiki apakah memang ada lobi dari deposan kakap kepada para pengambil keputusan untuk menyelamatkan Bank Century agar dana mereka ikut terselamatkan. ‘’Nah, siapa melobi siapa? Apa saja lobinya? Ini yang harus diselidiki melalui audit investigatif. Jika memang ada affair dengan BI, KPK bisa masuk,’’ ujarnya.
Membantah
Belakangan sejumlah nama yang disebut-sebut sebagai deposan besar oleh media, �melalui pihak lain—membantah bila dirinya sebagai deposan besar. Bahkan mengaku tidak memiliki uang yang disimpan di Bank Century.
Keluarga Murdaya misalnya. Membantah memiliki simpanan maupun hubungan bisnis dengan Bank Century. Mereka menilai pemberitaan yang menyebut Hartati Murdaya dan Murdaya Poo sebagai deposan Bank Century merugikan nama baik mereka.
‘’Pemberitaan tersebut tidak benar dan telah mendiskreditkan Bapak Murdaya Poo maupun Ibu Siti Hartati Murdaya. Karena, baik Bapak Murdaya Poo maupun Ibu Hartati Murdaya sama sekali bukan nasabah dan tidak memiliki hubungan bisnis apa pun dengan Bank Century, termasuk tidak mempunyai rekening atau deposito apa pun maupun surat berharga apa pun,” ujar Harko, bagian hukum PT Central Cipta Murdaya, perusahaan milik keluarga Murdaya.
Bantahan itu dilayangkan terkait pemberitaan yang menyebut Murdaya Poo dan Hartati Murdaya adalah salah satu deposan kakap bank yang diselamatkan pemerintah dengan biaya hingga Rp 6,7 triliun. Para deposan kakap diberitakan memperoleh bunga lebih besar daripada nasabah lain.
Sejumlah media juga menulis, bahwa deposan-deposan kakap itu ditengarai juga menjadi donatur salah satu partai pemenang pemilu. ‘’Pemberitaan yang mengaitkan Bapak Murdaya Poo dan Ibu Siti Hartati Murdaya sungguh sangat merugikan nama baik Bapak Murdaya Poo dan Ibu Siti Hartati Murdaya,” katanya.
Senada dengan keluarga Murdaya, Grup Medco juga membantah Arifin Panigoro memiliki hubungan transaksi dan penempatan dana deposito di Bank Century. “Tidak benar pemberitaan yang menyatakan bahwa Pak Arifin Panigoro sebagai pendiri Grup Medco memiliki dana di Bank Century,” kata Sekretaris Perusahaan Grup Medco Wijajanto, di Jakarta, Kamis lalu.
Menurut Wijajanto, masalah ini muncul cenderung bermuatan politik dan bukan mencerminkan masalah yang sebenarnya, yang berkaitan dengan perbankan. Dia menegaskan bahwa Grup Medco dalam menjalankan usahanya selalu mengedepankan prinsip tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance (GCG). “Jadi tidak mungkin kami berhubungan dengan lembaga keuangan yang tidak sesuai dengan prinsip GCG,” katanya.
Pada pemberitaan sebelumya Grup Medco disebut salah satu deposan besar di Bank Century. Wijajanto juga membantah Grup Medco memiliki investasi yang melibatkan Antaboga dan Bank Century. “Tidak ada investasi apapun di situ (Antaboga dan Bank Century),” tegasnya. Dia menjelaskan bahwa sebagaian besar dana Grup Medco ditaruh di Bank Saudara, yang merupakan kelompok usaha Medco dan bank BUMN, yakni Bank BRI.
Satu-satunya deposan kakap Bank Century yang belum membantah adalah Budi Sampoerna. Salah satu pemilik perusahaan rokok PT HM Sampoerna itu dikabarkan menyimpan dana sebesar Rp2 triliun di Bank Century.
Hal itu terungkap dalam sidang perkara penggelapan dana senilai Rp400 miliar milik nasabah Bank Century di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. “Sejak tahun 1998 Budi Sampoerna menginvestasikan dananya senilai Rp2 triliun dalam bentuk deposito di Bank Century,” kata Direktur Pemasaran Bank Century Wilayah V (Surabaya dan Bali), Lila Komaladewi Gondokusumo, yang menjadi terdakwa dalam kasus itu.
Dana sebesar itu semuanya disimpan Budi Sampoerna di beberapa kantor cabang Bank Century di Surabaya. Dia membantah jika dana milik saksi itu diinvestasikan dalam bentuk reksadana yang dikeluarkan PT Antaboga Delta Sekuritas.
Padahal sebelumnya, Budi Sampoerna dalam berita cara pemeriksaan (BAP) di kepolisian menyatakan, pihaknya menginvestasikan uangnya di Bank Century Cabang Kertajaya Surabaya pada tahun 2004. Kemudian pada tahun 2006 uangnya itu diinvestasikan dalam bentuk reksadana Antaboga.
“Saksi tertarik untuk membeli produk Antaboga setelah ditawari oleh Lila Gondukusumo dan Siti Aminah (salah satu kepala cabang Bank Century), bahwa bunganya mencapai 15 persen atau jauh lebih tinggi dari Bank Century,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ramel Jesaya saat membacakan BAP Budi Sampoerna.